Komunikasi Desain Visual
Mata
Kuliah : Desain
Pemodelan Grafik
Nama : Tara Amanda
Gentawini
NPM : 56415812
Kelas : 3IA22
Dosen : Syefani Rahma
Deski
Jurnal Nasional
PROFESI GURU SEBAGAI PROFESI YANG
MENJANJIKAN PASCA UU GURU DAN DOSEN
Salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap kualitas hasil pendidikan adalah guru. Sebagai pendidik
professional, guru memiliki peran yang strategis dalam pendidikan. Dengan
diundangkannya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru diakui sebagai
jabatan yang professional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat dan martabat
guru yang sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi lainnya
dikalangan pegawai negri sipil.
Namun
demikian, untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah
menengah atas persyaratannya cukup kompleks, yaitu : (a) memiliki kualifikasi
akademik minimal sarjana/diploma empat, (b) memiliki kompetensi pedagogik,
kepribadian, social dan professional (c) memiliki sertifikat pendidik (d) sehat
jasmani dan rohani dan (e) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional (UU Nomor : 14/2005). Dengan demikian, keberadaan UU Guru
dan Dosen pada prinsipnya memiliki dua komponen pokok, yaitu : pertama
meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik professional dan kedua meningkatkan
kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis dari keprofesionalannya.
Permasalahan yang diduga terjadi adalah
sejauh mana profesi guru pasca UU No 14 tahun 2005 memiliki daya tarik yang
menjanjikan bagi generasi mendatang, khususnya bagi mereka yang memiliki
kecenderungan dan bakat istimewa. Mencermati berbagai penghasilan guru sebagai
pendidik yang professional, calon
mahasiswa yang berprestasi dan atau mereka yang memiliki kecerdasan dan bakat
istimewa semestinya tertarik untuk menjadi guru. Jika demikian adanya, maka
patut di duga bahwa hasil pendidikan akan meningkat secara signifikan.
Pengertian Profesi
Profesi dapat diartikan sebagai suatu
pekerjaan atau jabatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan keahliannya. Ini
berarti bahwa suatu keahlian atau jabatan harus dikerjakan oleh orang yang
sudah terlatih dan disiapkan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Dengan kata
lain suatu profesi erat kaitannya dengan pekerjaan yang spesifik, terstandart
mutunya dan dapat menjadi sumber penghasilan sesuai dengan penghargaan
keprofesionalannya. Para ahli professional di Indonesian merumuskan cirri-ciri
utama profesi sebagai berikut : (a) memiliki fungsi dan signifikasi social yang crucial, (b) adanya tuntutan
penguasaan keahlian/ketrampilan sampai tingkatan tertentu, (c) memiliki
perolehan keahlian/ketrampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin,
tetapi melalui pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis melaui
penggunaan metode ilmiah, (d) memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas,
sistematis dan eksplisit serta (e) penguasaan profesi membutuhkan pendidikan
yang relative lama, pada jenjang perguruan tinggi.
Profesional Guru
Menurut Allison dalam Ki Supriyoko
(2004), guru yang professional adalah guru yang menyayangi peserta didiknya,
membantu mencarikan jalan keluar atas masalah yang dihadapi, murah senyum,
membuat kejutan-kejutan yang menyenangkan, sangat peduli dan memperhatikan
peserta didik, memiliki kecerdasan yang tinggi, selalu mencoba berbuat yang
terbaik, senang menyegarkan suasana, serta mau mendengarkan kata hatinya. Untuk
meningkatkan mutu pendidikan, secara formal guru mempunyai peranan penting,
disamping aspek lainnya seperti sarana/prasarana, kurikulum, peserta didik dan
manajemen. Guru merupakan kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti dari
kegiatan pendidikan adalah pembelajaran yang memerankan peran guru didalamnya.
Oleh karena itu, guru yang professional tidak hanya mengetahui apa yang menjadi
tugas pokoknya, peranan, dan kompetensinya, namun dituntut pula untuk mampu
melaksanakan tugas dan peranannya dalam rangka meningkatkan kompetensinya dan
optimalisasi proses pembelajaran secara efektif.
Jurnal Internasional
Effects of
lnterference Fit Screw Length Tibial runnel Fixation For Anterior ruciate Ligament Reconstruction
Endoscopic single-incision ACL reconstruction using bone-patellar
tendon-bone autograft has become increasingly popular because of proposed advantages
of decreased surgical morbidity by a oiding a second
incision and easier postoperatiye posed rehabilitation.
Despite these
proadvantages, several
problems related to graft fixation have been described, including inaccurate graft placement,
divergent screw fixation, autograft tendon injury, and suboptimal interference
screw fixation of the bone bloek in the tibial tuqnel After the bone plug into
the femoral tunael, mismatch between the length of the graft and the tibial
tunnel may leave the bone plug protruding from the tunnel,. Shortening the
effective length of the plug and potentially
is secured compromising strength of the initial fixation. Although Kenna
et al and Lemos et al have recommended that this problem prevented
by understanding the dimensions of the knee and graft preoperatively and
planning the can be an appropriate- length tibial tunnel, Shiffer et al reported a graft-tunnel mismatch incidence of
26% in their series of 34 endo-scopic ACL reconstructions. The incidence in
other series is unpublished.
Options or c6rrecting this mismatch are limited. Further recession of
the femoral bone plug risks inaccurate femoral interferenee screw placement and
possible graft abrasion by the femoral tunnel. Shortening the bone plug and
using a standard interference screw risks tendon laceration by the longer
screw. Other options for fixation, including staples or tying sutures in the
tibial bone plug around a post, compromise the initial strength of the
construct in ssmparison with the relatively rigid fixation of an interference
screw. Use of a shorter interference fit screw has not been described in the
clinical literature as a solution to this problem.
Several investigations have been performed to evalu-ate the relationship
between interference screw diame- ter or length and fixation strength. Brown et
al reported no significant effect of screw length on fixation strength for 20-
and 25-mm screws in human cadavers. To the best of our knowledge,
reports of biomechanical testing of shorter interference fit screws,
which may applicable in situations of
graft-tunnel not been published. The purpose
mismatch, have ofthis study was
evaluate the failure of 12.5-, 15-, and 20-mm interfer-ence fit screws.
MATERIALS AND METHODS
Hindquarters were obtained from 48 fresh-frozen pigs weighing between
240 and 260 pounds. Bonepatellar ten-grafts-bone grafts were harvested from
each pig by removing 10 mm diameter tibial bone plugs, leaving the patellar
tendon attached to an intact patella. Each tibial bone plug was noted to have
an approximately 15-mm apophysis proximal to a predominately cortical anterior
tibial crest.The Tibial bone plugwas cut to 13, 15,or 20 mm lengths to
correspond to the length of the cannulated interference screw. The tibial plug
was trimmed into a cylindrical shape to snugly fitthrough a 10-mm sizer with
less than 2mm of space between the plug and the tunnel wall. The tibial plug
was left securely attached to the patellar tendon A No. 2 Ethibond suture (Ethicon,
Somenrille, New Jersey) was passed through the patellar tendon as a modKessler
suture and was used to pull the graft into the l. This was done to avoid the
necessity of creating drill holes in the bone plug and thus weakening it, as
noted by Resnick.
Anteroposterior and lateral radiographs were taken of each specimen to
evaluate angles of divergence and the number of threads engaged. In those
specimens in which the threads of the
ssrew did not fully contact the bone plug, the screw was further advanced and
the torque of insertion was ing again recorded. Repeat radiographs confirmed
firll seat- of the screw. The angle of divergence in both AP and lateral planes
was measured usrng the angle forned bylines tilong the axis of the tunnel and the screw. The
number of threads engaged into the plugwas also recorded. The patella was
mounted in a steel clamp through which a 3-cm, partially enclosed hole had been
made to permit passage of the patellar
tendon. A small, threaded Steinmann pin was passed hrough the proximal aspect
of the cannulated screw and locked onto the screw with a emall nut. The distal
load was applied, therefore, at the proximal end of the screw.
Perbandingan
Perbandingan dari dua jurnal diatas
yaitu bisa dilihat dari segi bahasanya yang dipakai. Pada jurnal 1 yaitu jurnal
nasional, menggunakan bahasa Indonesia yang lebih mudah dibaca dan dipahami
oleh masyarakat. Sedangkan pada jurnal 2 yaitu jurnal internasional, mengunakan
bahasa Inggris, yang jika masyarakat awam tidak mengerti bahasa inggris maka
sulit untuk dipahami. Dari segi waktu, jika masyarakat Indonesia membaca jurnal
1, maka waktu yang dibutuhkan untuk membaca lebih cepat dibandingkan untuk
membaca jurnal2 yang mungkin sebagian masyarakat tidak mengerti artinya. Begitu
pula sebaliknya.
Daftar Pustaka
Aerssens J, Boonen S,
Lowet G, et all : Interspesies differences in bone composition, density, and
quality : Potential for in vivo bone research. Endocrinology 139:663-670, 1998.
Kenna B, Simon TM,
Jackson DW, et all ;Endoscopic ACL reconstruction : A technical note on tunnel
length for interference fixation. Arthroscopy 9 : 228-230, 1993
Departemen Pendidikan
Nasional.2005. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.Depdiknas.Jakarta
Hasan, Ani, M.2003.Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad
Pertengahan: www.artikelpendidikan network/html.
Ki Supriyoko, 2004.
Pendidikan Tanpa Guru Bermutu.www.kompas.com/kompas-cetak/0207/09/opini/pens04.htm
Noyes FR, Butler DR,
Grood ES, et all : The strength of the anterior cruciate ligament in humans and
rhesus monkeys : Age related and spesies related changes. J Bone Joint Surg
58A:1074-1082,1976.
Comments
Post a Comment